-->
-->
Ahar adalah upacara inisiasi adat yang diselenggarakan di desa Watuwawer.
Upacara ini merupakan ritual adat
yang diwajibkan secara turun
temurun bagi setiap anak sulung. Adalah menjadi keharusan bagi setiap
keluarga baru yang telah melahirkan anak pertama agar menghantar anak tersebut
ke rumah adat guna dimandikan
(Temu Wei Aheren).
Seorang wanita sejak resmi menjadi pasangan
hidup seorang pria dari desa Watuwawer (Ahar tu), otomatis diikat
oleh aturan adat (uhur ahar) ini dan harus patuh di bawah pantangan-pantangan
adat, yakni pantang terhadap jenis makanan tertentu dan patuh pada tata krama tertentu.
Pelanggaran terhadap pantangan
dan aturan tatakrama akan berakibat keluarga tidak sehat, khususnya ibu dan anak
akan mudah terserang penyakit, dapat menderita penyakit kulit tertentu, rambut
gugur dan gangguan kesehatan yang lain.
Fungsi Upacara Ahar
a. Fungsi Inisiasi: anak diterima sebagai warga suku.
b. Fungsi Penyembuhan: bagi ibu dan anak yang kurang
sehat atau menderita
penyakit karena melanggar aturan ahar dan tata krama akan memperoleh
kesembuhan.
c. Fungsi Syukur: upacara
ini merupakan wujud ungkapan syukur keluarga baru
atas penyelenggaraa
Sang Khalik - Lera Wulan Tana Ekan melalui
para leluhur.
d. Fungsi Persatuan: dengan menggelar upacara ini tercipta kebersamaan
antara
warga masyarakat.
e. Fungsi Cinta Kampung Halaman: keluarga yang merantau atau bekerja di luar
daerah terpanggil pulang ke kampung guna menyelenggarakan
upacara ini.
Ritual Ahar
1. Ritual Tobe Tar Elor: Sebagai upacara menyampaikan kepada leluhur bahwa ibu
dan
anak dari keluarga terkait akan dihantar memasuki
rumah adat guna mene-
rima permandian adat. (Temu Wei Aheren)
2. Ritual Beraweye Gewei : Dalam upacara ini semua ibu dan anak peserta upacara
masuk ke dalam rumah
adat, namun hanya ‘ina beneren’ (Peserta Utama)
yang tinggal selama dua hari. Keesokan malamnya ‘beroweye beneren’
peserta tambahan utama menyusul masuk dan tinggal
untuk menunggu upacara
keesokan harinya.
3. Ritual Beraweye Dopai : Ibu dan anak keluar dari rumah adat
sekaligus menjalani
upacara mandi adat. Ini merupakan ritual puncak yang dirayakan
secara meriah.
4. Ritual Hemelung Ketane: Merupakan ritual penutup untuk mengakhiri
keseluruhan
upacara ahar di mana pada ritual penutup ini
air adat akan dihabiskan dengan meman-
dikan
ibu dan anak peserta upacara dan anggota keluarga yang
membutuhkan berkat
atau mengharapkan penyembuhan.
Setiap ritual diselenggarakan
dengan selang waktu hitungan hari genap.
Peserta Upacara Ahar
1. Beneren (peserta utama):
ialah ibu dan anak dari keluarga yang mengambil inisiatif
untuk menyelenggarakan upacara ahar dalam musim
terkait.
2. Beroweyen (peserta tambahan): ialah ibu dan anak yang ikut serta bergabung
dengan beneren dalam upacara ahar. Beroweyen biasanya
merupakan ibu-ibu
dari suku yang sama atau warga desa yang ikut menjadi peserta alam upacara
ahar.
3. Beroweye Beneren (peserta tambahan utama): Apabila ada lebih dari
3 ibu yang
mengikuti upacara maka salah satu
ibu menjadi ‘beroweye beneren’.
Pantangan-pantangan
a. Makanan: Jenis makanan yang
tidak boleh dimakan kalau belum melaksanakan
upacara ahar ialah: Kacang ijo (wewe), ubi jalar (hura
jawan), madu (blaner),
kunyit (kumaha),
semangka (timung), oyong (triabla), jamur (kepiw). Dan jenis
ikan
tertentu yang menurut bahasa daerah disebut teaw dan bawo.
b.Tata krama:
1.Tidak boleh makan sambil jalan atau
berdiri
2.Tidak boleh menyanyi dan menari
3.Tidak boleh membiarkan rambut terurai
bebas.
4.Tidak boleh mengenakan anting dan
hiasan-hiasan lainnya.
5. Menghindari tingkah laku yang
tidak baik; bertengkar, berkelahi, mencuri,
dan sebagainya.
Ramuan Air Adat
Ramuan utama ialah Hemelung, sejenis
tanaman perdu yang darinya akan diambil
7 helai daun, dicampur dengan beberapa bahan lainnya yang akan digunakan untuk
memandikan anak dan ibu
peserta upacara ahar.
Pohon ini tumbuh di Nuba, sebuah tempat keramat di tengah kampung Watuwawer.
Pemetikan daun ini dilakukan
melalui ritual “Ua Hemelung”. Ritual ini disebut demikian
karena tatacara
pemetikan daun dilakukan melalui suatu komunikasi antara seorang
ibu dari suku
yang suaminya diberi jabatan sebagai “Mi Tuak”. Apabila pada saat
Ua
hemelung jika terdapat semua helai daun utuh, ini merupakan pertanda
bahwa para
ibu peserta upacara telah mentaati aturan-aturan adat dengan baik.
Sebaliknya
bila terdapat helai daun yang berlubang atau keropos, pertanda
para ibu
telah melanggar adat.
Apabila hal ini terjadi sementara
memetik pucuk yang tidak utuh merupakan tabu, maka
ibu yang bertugas memetik pucuk
hemelung ini harus kembali ke rumah
adat di mana
sang ibu dan anak yang dipingit selama dua hari dimarahi dengan kata-kata kasar sampai
pucuk daun
menjadi utuh kembali baru dipetik. Pelanggaran ‘uhur –ahar’ bila
cukup serius sering membuat ritual Ua Hemelung
berlangsung berjam-jam.
Pucuk yang utuh setelah dipetik
akan diarak beramai ramai ke rumah adat.
Di sana seluruh pemangku adat
(Kepitaye-kebeleye) sedang menunggu untuk
melangsungkan upacara Bereweye Dopai.
Menarikan Anak (Hama Etiken).
Upacara inti dari Beraweye dopai ialah menarikan anak.(Hama etiken). Ibu dan anak peserta upacara di bawah keluar rumah
adat dengan berdandan pakaian adat dan berkumpul di depan rumah adat
untuk ditarikan di atas sebuah
balai-balai yang dibuat khusus untuk keperluan tersebut.
Pada saat bersamaan lagu syair diulangi dengan
menyebut nama semua anak peserta upacara, sambil mereka dimandikan dengan air adat.Air adat ini tidak dikhususkan bagi anak tapi juga ibunya, ayahnya dan siapa saja yang mungkin mengharapkan kesembuhan dari suatu peyakit. Acara kemudian dilanjutkan dengan makan
bersama secara adat dan ditutup dengan pagelaran tarian rakyat “Kolewalan”.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar